Kabupaten Sarmi sendiri berada di pesisir utara Papua, sekitar 400 km dari Jayapura dengan jarak tempuh darat 5–6 jam. Pembukaan sekolah lapang dimulai di Distrik Pantai Barat, sekitar 90 km dari ibu kota Sarmi. Peserta yang hadir berasal dari kampung Materwar, Wari, Aruswar, Webro, dan Arbais, yang menjadi titik pusat pelaksanaan.
Acara turut dihadiri oleh Kepala Distrik Pantai Barat Yosef Aweta, S.IP, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Sarmi Samuen, SP, Koordinator BPP Pantai Barat Yosua Natalis Sroyer, SP, Ketua Panitia Fera, SP, Kepala Kampung Arbais, Bhabinkamtibmas Arbais Brigadir A. Wahid Iriyanto, serta para penyuluh pertanian.
Dalam sambutannya, Kepala Bidang PSP menegaskan bahwa sekolah lapang menjadi momentum penting untuk mendorong petani menguasai teknologi pertanian modern. “Tujuan utama kita adalah mengubah pola hidup petani agar produktivitas meningkat dan pendapatan bertambah. Informasi yang disampaikan harus benar-benar dipahami dan diterapkan agar tidak sia-sia,” ujarnya.
Sekolah lapang menghadirkan tiga narasumber utama dari BRMP Papua yang menyampaikan materi inovasi teknologi dan budidaya tanaman, antara lain: Dr. Ir. Martina Sri Lestari, MP., Sitti Raodah Garuda, SP, MP., dan Muhammad Nur, S.ST, MP.
Dr. Ir. Martina Sri Lestari, MP: Inovasi Teknologi Budidaya Jagung dan Kacang Tanah. Ia menekankan penggunaan benih unggul adaptif iklim Papua, penerapan sistem tanam jajar legowo jagung, serta pemanfaatan inokulasi Rhizobium pada kacang tanah untuk meningkatkan fiksasi nitrogen alami. Teknologi ini diyakini mampu meningkatkan hasil panen hingga 30% tanpa menambah biaya pupuk kimia dan pemanfaatan Pestisida nabati ramah lingkungan.
Sitti Raodah Garuda, SP, MP: Inovasi Teknologi Budidaya Padi. Materi berfokus pada penerapan sistem intensifikasi padi jajar legowo dengan sistem tanam 4 :1, penggunaan benih bermutu, penggunaan pupuk organik cair berbasis spesifik lokal, dan pengendalian hama terpadu (PHT) secara organik. Teknologi ini dinilai sesuai dengan kondisi lahan petani yang masih menerapkan pertanian organik dan sawah tadah dan padi Gogo atau lahan kering
Muhammad Nur, S.ST, MP: Inovasi Teknologi Produksi Lipat Ganda Cabai. Menjelaskan tentang pentingnya pemilihan varietas yang adaptif, perlakuan benih dan pengendalian hama penyakit dengan penggunaan perangkap hama likat kuning dan pemanfaat perangkap lalat buah memakai petrogenol dan sistem tanam model zig zag, serta pemanfaatan pestisida nabati dan mikro organisme lokal untuk memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit layu, pengairan dan pemupukan berimbang tanaman cabai. Inovasi ini disebut dapat melipatgandakan produksi cabai hingga dua kali lipat dalam satu musim tanam.Selain itu, petani juga diperkenalkan dengan alat mesin pertanian modern, seperti kultivator, traktor mini, serta alat tanam padi dan jagung.
Sekolah Lapang ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas petani dalam menguasai teknologi pertanian modern, mengurangi ketergantungan petani pada pola lama yang boros biaya dan kurang produktif, mendorong swasembada pangan daerah melalui peningkatan produksi jagung, kacang tanah, padi, dan cabai sebagai komoditas utama. Manfaat sekolah lapang juga dirasakan langsung oleh petani, yaitu mendapat pengetahuan praktis yang bisa langsung diterapkan di lahan, meningkatkan efisiensi biaya produksi dengan pemanfaatan teknologi hemat input, membuka peluang untuk peningkatan kesejahteraan petani melalui hasil panen yang lebih tinggi dan stabil.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sarmi, Maria Magdalena Marau, SP, MM, dalam sambutannya yang disampaikan secara tertulis menekankan bahwa sekolah lapang ini merupakan strategi jangka panjang untuk menjadikan Sarmi sebagai salah satu lumbung pangan Papua. Ia berpesan agar petani Orang Asli Papua benar-benar menerapkan ilmu yang diperoleh dengan dukungan dana otonomi khusus (Otsus).
Perwakilan kelompok tani dari Pantai Barat juga menyampaikan antusiasmenya.
“Kami berharap kegiatan ini berlanjut. Dengan teknologi baru, kami yakin hasil panen meningkat, dan petani Sarmi bisa mandiri pangan.”
Kepala Distrik Pantai Barat menegaskan agar petani memanfaatkan kesempatan ini. “Ilmu yang diberikan bernilai mahal, tetapi hari ini disampaikan langsung untuk orang asli Papua. Jangan sia-siakan dana Otsus, ikuti materi dengan baik dan terapkan di lapangan,” pesannya.
Kegiatan sekolah lapang di Pantai Barat ditutup dengan penegasan bahwa Sarmi menuju swasembada pangan. Kepala Bidang PSP menambahkan, “Kita punya cadangan cetak sawah 200 ha, dan Pantai Barat direncanakan 100 ha. Setelah sekolah lapang selesai, terus jalin komunikasi dengan penyuluh, dinas, dan narasumber. Tidak ada yang sulit, hanya cara berpikir kita yang harus berubah.”
Sekolah Lapang Orang Asli Papua ini masih akan berlanjut di tiga distrik lainnya hingga akhir Oktober 2025, dengan harapan semakin banyak petani Sarmi mampu menguasai inovasi pertanian modern dan mewujudkan ketahanan pangan daerah.
Kepala Distrik Pantai Barat menegaskan agar petani memanfaatkan kesempatan ini. “Ilmu yang diberikan bernilai mahal, tetapi hari ini disampaikan langsung untuk orang asli Papua. Jangan sia-siakan dana Otsus, ikuti materi dengan baik dan terapkan di lapangan,” pesannya.
Kegiatan sekolah lapang di Pantai Barat ditutup dengan penegasan bahwa Sarmi menuju swasembada pangan. Kepala Bidang PSP menambahkan, “Kita punya cadangan cetak sawah 200 ha, dan Pantai Barat direncanakan 100 ha. Setelah sekolah lapang selesai, terus jalin komunikasi dengan penyuluh, dinas, dan narasumber. Tidak ada yang sulit, hanya cara berpikir kita yang harus berubah.”
Sekolah Lapang Orang Asli Papua ini masih akan berlanjut di tiga distrik lainnya hingga akhir Oktober 2025, dengan harapan semakin banyak petani Sarmi mampu menguasai inovasi pertanian modern dan mewujudkan ketahanan pangan daerah.
